Hadis: Zakat Hewan Ternak (Bag. 1)
Pada serial kali ini, penulis akan membahas beberapa hadis terkait zakat hewan ternak yang terdapat dalam kitab Bulughul Maram, karya Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah. Tiga hadis pertama dalam serial tulisan ini adalah surat dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu kepada Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika mengutusnya ke negeri Bahrain. Beberapa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari di beberapa tempat dalam kitab Shahih-nya, kemudian dijadikan satu oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah. Untuk memudahkan pembahasan, hadis-hadis tersebut kami sebutkan secara terpisah.
Teks hadis pertama
Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، كَتَبَ لَهُ هَذَا الكِتَابَ لَمَّا وَجَّهَهُ إِلَى البَحْرَيْنِ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ هَذِهِ فَرِيضَةُ الصَّدَقَةِ الَّتِي فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى المُسْلِمِينَ، وَالَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا رَسُولَهُ، «فَمَنْ سُئِلَهَا مِنَ المُسْلِمِينَ عَلَى وَجْهِهَا، فَلْيُعْطِهَا وَمَنْ سُئِلَ فَوْقَهَا فَلاَ يُعْطِ فِي أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ مِنَ الإِبِلِ، فَمَا دُونَهَا مِنَ الغَنَمِ مِنْ كُلِّ خَمْسٍ شَاةٌ إِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا وَعِشْرِينَ إِلَى خَمْسٍ وَثَلاَثِينَ، فَفِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ أُنْثَى، فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَثَلاَثِينَ إِلَى خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ فَفِيهَا بِنْتُ لَبُونٍ أُنْثَى، فَإِذَا بَلَغَتْ سِتًّا وَأَرْبَعِينَ إِلَى سِتِّينَ فَفِيهَا حِقَّةٌ طَرُوقَةُ الجَمَلِ، فَإِذَا بَلَغَتْ وَاحِدَةً وَسِتِّينَ إِلَى خَمْسٍ وَسَبْعِينَ، فَفِيهَا جَذَعَةٌ فَإِذَا بَلَغَتْ يَعْنِي سِتًّا وَسَبْعِينَ إِلَى تِسْعِينَ، فَفِيهَا بِنْتَا لَبُونٍ فَإِذَا بَلَغَتْ إِحْدَى وَتِسْعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ، فَفِيهَا حِقَّتَانِ طَرُوقَتَا الجَمَلِ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ، فَفِي كُلِّ أَرْبَعِينَ بِنْتُ لَبُونٍ وَفِي كُلِّ خَمْسِينَ حِقَّةٌ، وَمَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ إِلَّا أَرْبَعٌ مِنَ الإِبِلِ، فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا، فَإِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا مِنَ الإِبِلِ، فَفِيهَا شَاةٌ وَفِي صَدَقَةِ الغَنَمِ فِي سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ شَاةٌ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى عِشْرِينَ وَمِائَةٍ إِلَى مِائَتَيْنِ شَاتَانِ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى مِائَتَيْنِ إِلَى ثَلاَثِ مِائَةٍ، فَفِيهَا ثَلاَثُ شِيَاهٍ، فَإِذَا زَادَتْ عَلَى ثَلاَثِ مِائَةٍ، فَفِي كُلِّ مِائَةٍ شَاةٌ، فَإِذَا كَانَتْ سَائِمَةُ الرَّجُلِ نَاقِصَةً مِنْ أَرْبَعِينَ شَاةً وَاحِدَةً، فَلَيْسَ فِيهَا صَدَقَةٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا وَفِي الرِّقَّةِ رُبْعُ العُشْرِ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ إِلَّا تِسْعِينَ وَمِائَةً، فَلَيْسَ فِيهَا شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ رَبُّهَا
“Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah menulis surat ini kepadanya (tentang aturan zakat) ketika dia mengutusnya ke negeri Bahrain, “Bismillahirrahmaanirrahiim. Inilah kewajiban zakat yang telah diwajibkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap kaum muslimin dan seperti yang diperintahklan oleh Allah dan Rasul-Nya tentangnya. Barangsiapa dari kaum muslimin diminta tentang zakat sesuai ketentuan, maka berikanlah; dan apabila diminta melebihi ketentuan, maka jangan memberinya.
Yaitu (dalam ketentuan zakat unta), pada setiap dua puluh empat ekor unta dan yang kurang dari itu, zakatnya dengan kambing. Setiap 5 ekor unta, zakatnya adalah 1 ekor kambing. Apabila mencapai 25 hingga 35 ekor unta, maka zakatnya 1 ekor bintu makhadh betina. Apabila mencapai 36 hingga 45 ekor unta, maka zakatnya 1 ekor bintu labun betina. Jika mencapai 46 hingga 60 ekor unta, maka zakatnya satu ekor hiqqah yang sudah siap dibuahi oleh unta pejantan. Jika telah mencapai 61 hingga 75 ekor unta, maka zakatnya 1 ekor jadza’ah. Jika telah mencapai 76 hingga 90 ekor unta, maka zakatnya 2 ekor bintu labun. Jika telah mencapai 91 hingga 120 ekor unta, maka zakatnya 2 ekor hiqqah yang sudah siap dibuahi unta jantan. Apabila sudah lebih dari 120, maka ketentuannya adalah pada setiap kelipatan 40 ekor, zakatnya satu ekor bintu labun; dan setiap kelipatan 50 ekor, zakatnya satu ekor hiqqah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki unta kecuali hanya 4 ekor saja, maka tidak ada kewajiban zakat baginya kecuali bila pemiliknya mau mengeluarkan sedekah. Karena hanya pada setiap 5 ekor unta, baru ada zakatnya yaitu 1 ekor kambing.
Dan untuk zakat kambing sa’imah (yang digembalakan, bukan dipelihara di kandang), ketentuannya adalah apabila telah mencapai jumlah 40 hingga 120 ekor, maka zakatnya adalah 1 ekor kambing. Apabila lebih dari 120 hingga 200 ekor, maka zakatnya 2 ekor kambing. Apabila lebih dari 200 hingga 300 ekor, maka zakatnya 3 ekor kambing. Apabila lebih dari 300 ekor, maka pada setiap kelipatan 100 ekor, zakatnya adalah 1 ekor kambing. Dan apabila seorang penggembala memiliki kurang satu ekor saja dari 40 ekor kambing, maka tidak ada kewajiban zakat baginya, kecuali jika pemiliknya mau mengeluarkan sedekah.
Dan untuk zakat uang perak (dirham), maka ketentuannya seperempat puluh apabila (telah mencapai dua ratus dirham). Dan apabila tidak mencapai jumlah itu namun hanya seratus sembilan puluh, maka tidak ada kewajiban zakatnya kecuali jika pemiliknya mau mengeluarkan sedekah.” (HR. Bukhari no. 1454)
Dalam redaksi yang lain disebutkan,
وَلاَ يُجْمَعُ بَيْنَ مُتَفَرِّقٍ، وَلاَ يُفَرَّقُ بَيْنَ مُجْتَمِعٍ خَشْيَةَ الصَّدَقَةِ
“Dan tidak boleh menggabungkan ternak yang terpisah dan tidak boleh memisahkan yang sudah berkumpul, karena ingin menghindari atau mengurangi kewajiban zakat.” (HR. Bukhari no. 1450)
Penjelasan teks hadis
Dalam hadis di atas, terdapat beberapa istilah yang perlu dijelaskan terlebih dahulu:
Bintu makhadh: Unta betina yang genap berusia satu tahun, dan saat ini memasuki tahun kedua. Disebut makhadh karena biasanya, induknya sudah hamil lagi. Ada istilah “makhidh”, yang artinya induk betina yang baru hamil dan hampir melahirkan. Meskipun demikian, tidaklah dipersyaratkan bahwa induknya harus sudah hamil untuk disebut sebagai bintu makhadh. Hal ini karena penamaan tersebut disesuaikan dengan kondisi pada umumnya.
Bintu labun: Unta betina yang genap berusia dua tahun, dan saat ini memasuki tahun ketiga. Disebut demikian karena pada umumnya, induknya biasanya sudah beranak lagi, dan memiliki susu.
Hiqqah: Unta betina yang genap berumur tiga tahun, dan saat ini memasuki tahun keempat. Disebut demikian karena pada usia tersebut, unta itu sudah bisa dinaiki dan diberi beban berupa barang bawaan di atasnya; atau sudah bisa dibuahi oleh unta jantan.
Jadza’ah: Unta betina yang genap berumur empat tahun, dan saat ini memasuki tahun kelima. Disebut demikian karena pada saat itu, giginya sudah rontok. Ini adalah umur unta yang paling tua yang digunakan untuk membayar zakat. Karena pada saat itu, unta tersebut telah mencapai pertumbuhan yang sempurna.
Baca juga: Masuk Surga dan Neraka karena Hewan
Kandungan hadis pertama
Pertama, hadis ini adalah dalil tentang wajibnya zakat unta jika mencapai minimal lima ekor. Untuk setiap lima ekor unta, zakatnya adalah satu ekor kambing. Sehingga yang memiliki dua puluh ekor unta, zakatnya adalah empat ekor kambing. Dalam ketentuan ini, syariat membuat ketentuan bahwa zakat untuk unta di bawah 25 ekor adalah berupa kambing. Padahal, zakat untuk setiap harta itu biasanya sejenis dengan harta yang dimiliki, unta dengan unta, emas dengan emas, dan seterusnya. Mengapa unta di bawah 25 ekor itu kewajiban zakatnya dengan kambing, karena unta sejumlah itu masih dianggap kecil (sedikit) oleh pemiliknya. Meskipun demikian, unta 5 ekor sebetulnya harta yang besar; apabila tidak ada kewajiban zakat, hal itu bisa menghilangkan manfaat untuk orang-orang fakir. Akan tetapi, jika kewajiban zakatnya adalah berupa 1 ekor unta, itu merupakan harta yang sangat berharga untuk pemiliknya, karena nanti untanya tinggal empat. Maka dari sini, tampaklah kebijaksanaan syariat dalam ketentuan zakat unta ini. Adapun yang hanya memiliki empat ekor unta, maka tidak ada kewajiban zakatnya, kecuali jika pemiliknya ingin bersedekah sunah.
Kedua, untuk memudahkan, kadar wajib zakat unta kami ringkas sebagaimana tabel berikut ini.
Nishab (jumlah unta) | Kadar wajib zakat |
5-9 ekor | 1 kambing |
10-14 ekor | 2 kambing |
15-19 ekor | 3 kambing |
20-24 ekor | 4 kambing |
25-35 ekor | 1 bintu makhadh |
36-45 ekor | 1 bintu labun |
46-60 ekor | 1 hiqqah |
61-75 ekor | 1 jadza’ah |
76-90 ekor | 2 bintu labun |
91-120 ekor | 2 hiqqah |
121 ekor ke atas, kaidahnya: setiap kelipatan 40 ekor: 1 bintu labun; setiap kelipatan 50 ekor: 1 hiqqah | |
121 – 129 ekor | 3 bintu labun |
130 – 139 ekor | 1 hiqqah dan 2 bintu labun |
140 – 149 ekor | 2 hiqqah dan 1 bintu labun |
150 – 159 ekor | 3 hiqqah |
160 – 169 ekor | 4 bintu labun |
Dan seterusnya … |
Untuk 121 ekor ke atas, jika seseorang memiliki 130 ekor unta (misalnya), maka kewajiban zakatnya adalah: 1 hiqqah dan 2 bintu labun. Setiap kali ada penambahan 10 ekor unta, maka kewajiban zakatnya berubah. Adapun jika penambahannya kurang dari sepuluh, maka dimaafkan (tidak ada penambahan zakat yang dibayarkan). Misalnya, untuk 140 ekor unta, kewajiban zakatnya adalah 2 hiqqah dan 1 bintu labun. Sedangkan untuk 150 ekor unta, kewajiban zakatnya adalah 3 hiqqah. Dan demikianlah seterusnya.
Ketiga, hadis tersebut merupakan dalil wajibnya zakat untuk kepemilikan kambing. Kambing yang wajib dizakati adalah kambing sa’imah; sehingga jika bukan kambing sa’imah, tidak dikenai kewajiban zakat. Persyaratan sa’imah ini tidak disebutkan ketika menyebutkan unta. Hal ini karena pada umumnya, unta itu adalah sa’imah, berbeda dengan kambing.
Lalu, apa itu sa’imah? Sa’imah artinya hewan yang digembalakan di padang rumput untuk mencari makan, bukan dengan membeli pakan khusus ternak untuk kebutuhan makannya, atau dengan membeli tanaman atau rumput untuk memberi makan (disebut dengan hewan ma’lufah). Para ulama fikih mempersyaratkan bahwa untuk disebut sa’imah, hewan tersebut digembalakan di mayoritas bulan dalam setahun, misalnya tujuh bulan. Hal ini karena untuk mayoritas, diberlakukan sama hukumnya seperti keseluruhan.
Adapun hewan ma’lufah, maka tidak ada kewajiban zakatnya, kecuali jika hewan tersebut digunakan sebagai barang yang diperdagangkan. Hewan seperti ini akan dikenai zakat barang yang diperdagangkan, meskipun hanya satu ekor saja. Hewan ma’lufah tidak dikenai kewajiban zakat karena biaya untuk memberi pakan ternak yang mahal, sehingga tentu saja memberatkan jika masih ditambah dengan kewajiban zakat.
Keempat, untuk memudahkan, kadar wajib zakat kambing kami ringkas sebagaimana tabel berikut ini.
Nishab (jumlah kambing) | Kadar wajib zakat |
40-120 ekor | 1 kambing |
121-200 ekor | 2 kambing |
201-300 ekor | 3 kambing |
301 ekor ke atas | Pada setiap kelipatan seratus ekor, zakatnya adalah satu ekor kambing. |
Kelima, adanya al-waqash (الوقص) dalam zakat hewan ternak. Al-waqash adalah jumlah hewan ternak yang terletak di antara dua kelompok. Kita ambil contoh, untuk orang yang memiliki 25-35 ekor unta, kewajiban zakatnya adalah 1 bintu makhadh. Sama saja apakah orang itu memiliki 25, 26, atau 30 ekor unta, kewajiban zakatnya sama, yaitu 1 bintu makhadh. Artinya, adanya penambahan harta berupa hewan ternak, tidak otomatis menyebabkan penambahan harta yang dikeluarkan untuk zakat. Begitu pula dengan zakat kambing. Orang yang memiliki 40, atau 50, atau 60 ekor kambing, kewajiban zakatnya sama, yaitu 1 ekor kambing.
Adanya al-waqash dalam zakat hewan ternak ini menunjukkan belas kasihnya syariat terhadap pemilik hewan ternak. Karena hewan ternak ini memerlukan biaya perawatan yang besar, baik tenaga untuk menggembalakan, memberi minum, menjaga, biaya pengobatan (jika sakit), atau tenaga untuk memerah susu, dan sebagainya. Hal ini hanya dialami oleh pemilik hewan ternak, berbeda halnya dengan pemilik harta yang lain berupa emas atau perak. Oleh karena itu, jika harta berupa emas atau perak bertambah setelah mencapai nishab, maka jumlah yang harus dikeluarkan zakatnya juga akan semakin besar.
Keenam, hadis di atas menunjukkan haramnya perbuatan akal-akalan untuk menghindari kewajiban zakat, yaitu dengan memisahkan hewan ternak, padahal seharusnya dijadikan satu. Misalnya, seseorang memiliki 40 ekor kambing. Ketika dia tahu bahwa akan ada petugas zakat, dia memisahkan hewan ternaknya di dua lokasi, 20 ekor di satu lokasi, 20 ekor sisanya di lokasi lainnya. Sehingga seolah-olah kambingnya masih berada di bawah nishab 40 ekor.
Atau sebaliknya, dia menjadikan satu, padahal seharusnya terpisah. Contohnya, ada tiga orang yang masing-masing memiliki 40 ekor kambing. Seharusnya, setiap orang wajib mengeluarkan zakat 1 kambing, sehingga totalnya menjadi 3 kambing. Agar zakat yang dikeluarkan tidak terlalu besar, maka mereka menjadikan satu kambing-kambing tersebut sehingga seolah-olah jumlahnya 120 ekor kambing (dalam satu satuan kepemilikan). Sedangkan jika 120 kambing, kewajiban zakatnya adalah 1 ekor kambing. Sehingga dengan akal-akalan ini, mereka untung 2 ekor kambing.
Ketujuh, hadis di atas menunjukkan adanya berserikat (khulthoh), yaitu berserikat dalam kepemilikan hewan ternak, bukan harta yang lainnya. Khulthoh ini memiliki pengaruh dalam ada atau tidaknya kewajiban zakat. Hal ini karena dengan adanya khulthoh, harta tersebut dihukumi seperti harta yang satu dalam kaitannya dengan kewajiban zakat.
Misalnya, ada dua orang yang mendapatkan warisan 40 ekor kambing, masing-masing mendapatkan jatah 20 ekor kambing. Maka kewajiban zakatnya adalah 1 ekor kambing. Jika 1 ekor kambing tersebut diambil dari kambing salah satu pemilik, maka pemilik lainnya harus mengganti senilai harga setengah ekor kambing.
Contoh lain, jika ada dua orang berserikat membeli 40 ekor kambing, satu orang menyumbang 1/3 bagian; dan orang kedua menyumbang 2/3 bagian modal. Jika 1 ekor kambing diambil dari pemilik modal 1/3, maka orang yang lain wajib mengganti senilai harga 2/3 ekor kambing.
[Bersambung]
Baca juga: Larangan Menyerupai Hewan dalam Salat
***
@Rumah Kasongan, 16 Jumadil awal 1445/ 30 November 2023
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel asli: https://muslim.or.id/90562-zakat-hewan-ternak-bag-1.html